Agama yang diterima di sisi Allah;

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ

1. Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam." (Q.S. Ali Imran: 16)

Definisi Agama;

الدِّيْنُ هُوَ مَاوَضَعَهُ اللهُ فِي كِتَابِهِ الحَكِيْمِ وَ سُنَّةِ نَبِيِّهِ الصَّحِيْحَةِ مِنَ الاَوَامِرَ وَالنَّوَاهِى وَالإِرْشَادَاتِ لِمَصْلِحَةِ البَشَرِ دُنْيَاهُمْ وَ أُخْرَاهُمْ

2. Agama adalah: "Apa-apa yang telah ditentukan Allah dalam kitab-Nya yang bijaksana dan sunnah Nabi-Nya yang shahih, baik berupa perintah, larangan, maupun petunjuk untuk kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat."

KETERANGAN:
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa agama itu adalah :
1. Aturan dan ketentuan Allah untuk manusia
2. Sumber ajarannya adalah Al Qur`an dan Sunnah
3. Isi ajarannya adalah berupa perintah, larangan dan petunjuk
4. Tujuannya untuk kesempurnaan hidup manusia
5. Jangkauannya keselamatan dunia dan akhirat.

Agama Islam telah sempurna, tidak perlu ditambah atau dikurangi;

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً

3. Allah SWT berfirman : Pada hari ni Aku telah sempurnakan untukmu agamamu, dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku untukmu, serta telah Aku ridhai islam sebagai agama mu (Q.S. Al-Maidah :3)

Ayat ini menerangkan telah sempurna nya islam, jadi apa-apa yang pada waktu itu bukan bagian dari agama, maka pada saat ini pun bukan menjadi bagian dari agama.


قَالَ الْاِمَامُ مَالِكُ بْنُ اَنَسٍ : مَنِ ابْتَدَعَ فِى الْاِسْلَامِ بِدْعَةً يَرَاهَا حَسَنَةً فَقَدْ زَعَمَ اَنَّ مُحَمَّدًا خَانَ الرِّسَالَةَ لِاَنَّ اللهَ يَقُوْلُ : اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ ... فَمَا لَمْ يَكُنْ يَوْمَئِذٍ دِيْنًا فَلَا يَكُنِ الْيَوْمَ دِيْنَا


4. Imam Malik bin Anas berkata : “Siapa saja yang mengada-ada suatu bid’ah dalam Islam -serta memandangnya baik- sungguh ia telah mengira, menyangka bahwa Muhammad telah mengkhianati risalahnya, karena Allah swt. telah berfirman: “Pada hari ini Aku sempurnakan untukmu agamamu…”. Maka apa-apa yang saat itu (zaman Nabi) bukan agama, saat ini pun tetap bukan agama."


قَالَ رَسُوْلُ اللهِ .ص. : مَا تَرَكْتُ شَيْئًا يُقَرِّبُكُمْ اِلَى اللهِ تَعَالَى اِلَّا وَقَدْ اَمَرْتُكُمْ بِهِ وَمَا تَرَكْتُ شَيْئًا يُبْعِدُكُمْ عَنِ اللهِ تَعَالَى اِلَّا وَقَدْ نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ -- الطبؤني


5. Rasulullah saw. bersabda: “Aku tidak meninggalkan sesuatu pun yang dapat mendekatkanmu kepada Allah swt., melainkan telah aku perintahkan kepadamu, (demikian pula) aku tiada meninggalkan sesuatu yang dapat menjauhkanmu dari Allah, melainkan aku telah melarangmu darinya”. (H.R. Thabrâni)

KETERANGAN:
Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa;

  1. Agama Islam itu telah sempurna, tidak perlu ditambah, dikurangi atau direkayasa
  2. Orang yang telah mengada-ada bid’ah dalam Islam sama dengan telah menuduh bahwa Nabi khianat dalam  menyampaikan risalahnya
  3. Tidak perlu menciptakan sesuatu yang baru yang menyebabkan diri dekat dengan Allah karena apapun yang sekiranya membuat diri dekat dengan Allah telah diperintahkan oleh nabi.
  4. Tidak perlu meninggalkan sesuatu yang dibolehkan oleh agama dengan alasan untuk mendapatkan ridha Allah karena apapun yang membuat diri jauh dari Allah telah dilarang oleh Nabi SAW.

Perbedaan prinsip dalam urusan agama dan dunia;

عَنْ انَسٍ .رع. قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ.ص. : اِذَا كَانَ شَيْئٌ مِنْ اَمْرِ دُنْيَاكُمْ فَاَنْتُمْ اَعْلَمُ بِهِ فَاِذَا كَانَ مِنْ اَمْرِ دِيْنِكُمْ فَاِلَيَّ  -- احمد

6. Dari Anas r.a. ia .telah berkata; Telah bersabda Rasulullah saw.: “Apabila ada sesuatu urusan duniamu, maka kamu lebih mengetahui. Dan apabila ada urusan agamamu, maka kembalikanlah padaku”. (H.R. Ahmad)

KETERANGAN:
Kandungan Hadits tersebut menunjukkan bahwa apapun urusan agama mutlak harus mengacu kepada Nabi, sementara urusan dunia bebas terserah kita selama tidak diatur oleh agama.

Acuan dalam beribadah;

لَا اِلَى الْمَشَايِخِ اَوِ الْمَذَاهِبِ اَوِ الْمَوَاضِعِ اَوِ الرَّابِطَةِ الْجِنْسِيَّةِ اَوِ الْعَقْلِ اَوِ الشُّعُوْرِ اَوِ الْعَادَةِ

Bukan rujuk kepada guru atau madzhab, tidak pula kepada tempat/akal dan perasaan ataupun tradisi.

KETERANGAN:
Maksudnya, dalam beragama hendaklah bertitik tolak dari dalil, yaitu Al Qur`an dan Sunnah, jangan bertitik tolak dari guru, madzhab, tempat, organisasi, akal, perasaan dan tradisi

Definisi Ibadah;

اَلْعِبَادَةُ هِيَ التَّقَرُّبُ اِلَى اللهِ تَعَالَى بِاِمْتِثَالِ اَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ وَالْعَمَلِ بِمَا اُذِنَ بِهِ الشَّارِعُ

7. Ibadah ialah: “Mendekatkan (diri) kepada Allah swt. dengan cara mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, serta beramal sesuai dengan kewenangan (izin) syara”.

وَقِيْلَ : اَلْعِبَادَةُ طَاعَةُ اللهِ بِاِمْتِثَالِ مَا اَمَرَ اللهُ بِهِ عَلَى اَلْسِنَةِ الرُّسُلِ

(Pendapat lain): Ibadah ialah: “Taat kepada Allah, dengan (cara) melaksanakan segala perintah Allah melalui ucapan para Rasul”.


وَقِيْلَ : اَلْعِبَادَةُ اِسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللهُ وَيَرْضَاهُ مِنَ الْاَقْوَالِ وَالْاَعْمَالِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ


(Pendapat lain): Ibadah ialah: “Nama yang mencakup segala bentuk yang dicintai serta diridhai Allah, baik ucapan maupun perbuatan; yang nyata atau tersembunyi”. (Fathu al-Majîd: 14)

Prinsip dalam ibadah;

Pada dasarnya ibadah itu terdiri dari dua aspek, yaitu:
Pertama, niat yaitu hanya semata karena Allah dalam melaksanakannya.
Kedua, kaifiyat yaitu cara mengamalkan ibadah tersebut. Apakah sesuai dengan contoh Nabi atau tidak? Niat salah cara benar adalah salah,
niat benar (ikhlas) cara salah, juga salah.
Seharusnya niat baik, ikhlas karena Allah dan cara mengamalkannya pun benar sesuai dengan apa yang dicontohkan Nabi.


.اَلْاَصْلُ فِى الْعِبَادَةِ اَلتَّوْقِيْفُ وَالْاِتِّبَاعُ وَبِعِبَارَةٍ اُخْرَى . اَلْاَصْلُ فِى الْعِبَادَةِ اَلْبُطْلَانُ حَتَّى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلَى الْاَمْرِ

8. Prinsip dasar dalam beribadah ialah menangguhkan dan mengikuti contoh. Ungkapan lain (mengatakan): Prinsip dasar dalam beribadah adalah batal, sampai ada dalil yang memerintahkan keberadaannya.


KETERANGAN:
Dalam urusan dunia, pada dasarnya boleh, dan tidak terlarang, kecuali ada keterangan/dalil yang melarang. Oleh sebab itu dalam urusan duniawi seyogianya terlebih dahulu mencari dalil/keterangan yang melarang, mengharamkan dan bukan mencari dalil yang menghalalkan.

اَلْاَصْلُ فِيْ اَمْرِ الدُّنْيَا اَلْعَفْوُ, وَبِعِبَارَةٍ اُخْرَى : اَلْاَصْلُ فِيْ الْعُقُوْدِ وَالْمَعَامَلاَتِ الصِّحَّةُ حَتَّى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلَى الْبُطْلاَنِ و التَّحْرِيْمِ




9. Pengertian asal/dasar dalam urusan keduniaan adalah boleh. Dan pada ungkapan lain; “asal dalam aqad muamalah (jual beli) adalah boleh, kecuali ada dalil/keterangan yang melarang.” (al-Bayân, hal: 230).


اَلْاَصْلُ فِى الْعِبَادَةِ غَيْرُ مَعْقُوْلِ الْمَعْنَى ، وَفِى الْعِبَادَةِ مَعْقُوْلُ الْمَعْنَى

10. Pada asalnya dalam beribadah itu tidak dapat difahami oleh akal (sebab-sebabnya), sedangkan dalam adat kebiasaan dapat difahami akal.”

Urusan ibadah itu tidak dapat dimengerti sebab-sebabnya. Contoh: mengapa shalat zhuhur empat raka’at, shubuh dua raka’at dan lain sebagainya.

Agama tidak bisa bertitik tolak dari akal:


عَنْ عَلِيٍّ.رع.  اَنَّهُ قَالَ : لَوْ كَانَ الدِّيْنُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ اَسْفَلُ الْخَفِّ اَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ اَعْلَاهُ ، وَقَدْ رَاَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ.ص. يَمْسَحُ ظَاهِرَ خُفَّيْهِ  -- ابو داود


Dari ‘Ali r.a. ia berkata: “Kalaulah agama itu berdasar akal, pasti mengusap bagian bawah sepatu akan lebih utama dari pada (mengusap) bagian atasnya. Tetapi sungguh aku melihat Rasulullah mengusap sepatu bagian atasnya”. (H.R. Abu Dawud).

Referensi: Al-Hidayah Fii Masaailil Fiqhiyyah Al-Muta’aridhah.

0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

Untuk komentar, pertanyaan, atau testimoni silakan sampaikan disini. Anda juga bisa chat bersama kami di menu yang terdapat pada sudut kanan bawah. Terima kasih atas kunjungan Anda.

 
Kaos Bukhari Muslim - Distro Dakwah - Blog - © 2014. All Rights Reserved. - Privacy Policy. - Sitemap.
Top